Dalam kehidupan
kita pasti ada orang-orang yang mengasihi (mencintai) kita meskipun kita
seringkali tidak menyadari. Kita seringkali meremehkannya sampai suatu moment
tertentu kita disadarkan bahwa ada orang yang mengasihi kita sampai-sampai dia
mau berkorban untuk kita. Kita perlu belajar menghargai setiap orang di
sekittar kita terutama keluarga kita, jangan pernah meremahkan mereka karena
kadang-kadang kita tidak tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang mengasihi
kita lebih dari apa yang kita tahu.
Melalui
postingan ini saya mau share tentang sebuah kisah yang menggambarkan
pengorbanan seorang adik kepada kakaknya. Dia rela mengorbankan masa depannya
untuk memberikan kesempatan kakaknya meraih kesuksesan. Saya kurang
tahu sumber asli cerita ini dari mana, saya mendapatkannya di emailnya saya dan cerita ini
sangat menyentuh hati saya maka saya memutuskan untuk share kepada teman-teman.
Langsung saja simak dan nikmati saja cerita di bawah ini.
Aku
dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari ,
orangtuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke
langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Yang
mencintaiku lebih dari aku mencintainya.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan
yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatan membawanya, aku mencuri lima
puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan
aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya.
“Siapa
yang mencuri uang ayah?”Beliau bertanya. Aku terpaku terlalu takut untuk
berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku. Beliau mengatakan lagi “
Baiklah kalau begitu kalian berdua layak dipukul!”
Dia
mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adiku mencengkeram
tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat
panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya
sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. Sesudah
itu beliau duduk di ranjang dan memarahi kami.”Kamu sudah belajar mencuri dari
rumah, hal memalukan apalagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang ? kamu
layak dipukul, kamu pencuri tidak tahu malu.”
Malam
itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kamu, tubuhnya luka, tetapi ia
tidak menitikan airmata setetespun. Dipertengahan malam itu, saya tiba-tiba
menangis meraung-raung.. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata, ”Kak, jangan menangis lagi sekarang, semuanya sudah terjadi.”
Aku
masih terus membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju
mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan baru
seperti kemarin. Aku tidak pernah lupa tampang adikku ketika melindungiku.
Waktu itu, adiku berusia 8 tahun. Aku berusia 11 tahun.
Ketika
adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk SMA di pusat
kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk sebuah universitas
propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya,
bungkus demi bungkus. Saya mendengar dia berkata lirih ” Kedua anak kita
memberikan hasil yang begitu baik, hasil yang begitu baik”. Ibu mengusap
airmatanya yang mengalier dan menghela nafas ” Apa gunanya?bagaimana mungkin
kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”
Saat
itu juga adikku berjalan ke hadapan ayah dan berkata, ”Ayah, saya tidak mau
melanjutkan sekolah lagi, aku telah cukup membaca banyak buku”
Ayah
marah besar dan berkata : ” mengapa kamu mempunyai jiwa yang begitu
lemah!!!Bahkan kalau aku harus mengemis di jalanan akan aku lakukan, kamu
berdua harus sekolah sampai selesai.”
Siapa
sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang adikku meninggalkan rumah dengan
beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit makanan. Dia menyelinap di samping
ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:”Kak, masuk ke
universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimmu uang.”
Aku
memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku dan menangis dengan air mata
bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu adiku berusia 17 tahun dan aku 20
tahun.
Dengan
uang yang ayahku pinjam dan uang dari adiku hasilkan dari mengangkut semen pada
lokasi konstruksi, akhirnya aku sampai akhir tahun ketiga kuliah.
Suatu
hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk
memberitahukan,” Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”
Mengapa
ada seorang penduduk dusun mencariku? aku berjalan keluar, dan melihat adikku
dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku
menanyakannya,”Mengapa kamu tidak bilang pada temanku kamu adalah adikku?”
Dia
tersenyum dan menjawab”Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir
jika mereka tahu saya adalah adikmu?Apa mereka tidak akan mentertawakanmu?”
Aku
merasa terenyuh dan airmata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari badan
adiku dan sambil tersekat aku berkata”Aku tidak peduli omongan siapapun!Kamu
adalah adikku apapun juga Kamu adalah adikku bagaimanapun penampilanmu…”
Dari
sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia
memakaikannya kepadaku dan terus menjelaskan, ”Saya melihat semua gadis kota
memakainya. Jadi saya pikir kakak harus memilikinya…”
Aku
tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Menariknya ke dalam pelukanku dan
menangis….Tahun itu ia berusia 20 aku 23
Pertama
kali aku membawa teman-teman kuliahku ke rumahku, kaca jendela yang pecah telah
diganti dan semuanya kelihatan bersih..Setelah teman-temanku pulang..aku menari
seperti gadis kecil di depan ibuku.”Bu, ibu tidak perlu menghabiskan banyak
waktu untuk membersihkan rumah kita…Tetapi katanya sambil tersenyum”Itu adalah
pekerjaan adikmu..dia pulang lebih awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkkah
kamu melihat luka ditangannya.?ia terluka ketika memasang kaca jendela baru
itu.
Aku
masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus , seratus jarum
terasa menusuk hatiku.Aku mengoleskan sedikit salep pada lukanya dan membalut
lukanya..”Apakah sakit?..
”Tidak
kok Kak…Aku biasa biasa kena batu-batu kak..”Ditengah kalimatnya aku membalikan
punggungku karena air mata mulai menggenang dimataku….Tahun itu adikku 23 tahun
dan aku berusia 26 tahun.
Ketika
aku menikah, aku tinggal di kota. Aku berkali-kali mengundang orangtuaku datang
dan tinggal dirumahku..tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka sudah merasa
dibesarkan didusun dan tidak tahu harus berbuat apa kalau seandainya keluar
dari dusun. Adikku juga mengatakan ”Kak jagalah mertuamu saja, saya yang akan
menjaga ibu dan ayah disini..”
Suamiku
menjadi direktur pabrik..Kami menginginkan adiku kerja di pabrik, akan tetapi
adiku tak pernah mau…dia pingin tetap menjaga ayah ibu.
Suatu
hari adiku jatuh dari sebuah tangga untuk memperbaiki kabel, ketika dia terkena
sengatan listrik dan dia masuk ke rumah sakit…Aku dan suamiku menjenguknya..dan
melihat gips putih dikakinya..Aku berkata ”Mengapa kamu menolak kerja menjadi
manajer pabrik di tempat kakakmu…Coba kalau kau terima, tentu kamu tidak akan
mengalami seperti ini..”
Dengan
tanpang serius dia menjawab”Kak, pikirkan nama baik kakak ipar kak. Ia baru
saja menjadi Direktur, sedangkan saya tidak berpendidikan..nanti apa kata orang
kalau saya menjadi manajer? Kasihan kakak ipar..
Mata
suamiku dipenuhi airmata, dan kemudian aku berkata ” Tapi kamu kurang
berpendidikan itu juga karena aku, kakakmu…
Mengapa
kakak membicarakan masa lalu?” adikku menggenggam tanganku. Tahun itu ia
berusia 26 tahun dan aku 29 tahun. Adikku
kemudian menikahi seorang gadis pada usia 30 tahun. Dalam acara itu pembawa
acara perayaan bertanya kepadanya,”Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?”
tanpa berpikir panjang adikku menjawab”Kakakku.’
Ia
melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat
kuingat lagi.
”
Ketika kami sekolah SD. Saya dan kakakku sekolah SD di tempat yang cukup jauh
dari tempat tinggal kami..di sebuah dusun yang berbeda..Setiap hari aku dan
kakakku berjalan selama kurang lebih dua jam untuk pergi dan pulang ke
sekolah..Suatu hari aku kehilangan satu sarung tanganku…Kakakku memberikan satu
dari kepunyaannya. Ia hanya memakai sebuah sarung tangan di tangannya..padahal
kami berjalan sangat jauh dan cuaca sedang musim sangat dingin…Ketika kami tiba
dirumah, tangan kakakku begitu gemetaran..sehingga ketika makan dia tidak bisa
memegang sendoknya…….Sejak hari itu aku bersumpah..selama saya masih hidup aku
akan menjaga kakakku dan…aku akan selalu baik kepadanya..
Tepuk
tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku
Kemudian
kata-kata begitu susah keluar dari bibirku”Dalam hidupku..orang yang paling
berjasa padaku adalah adikku..orang yang paling aku berterima kasih adalah
adikku…
Dan
dalam kesempatan yang paling berbahagia itu..di depan kerumunan perayaan
itu..air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai….
Semoga
kisah tersebut memberikan pelajaran kepada kita semua. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar