Ada sepasang kakek nenek yang tinggal berdua di sebuah
rumah, mereka menikmati hari tuanya dengan tentram,
lingkungan mereka sepi tanpa gangguan karena rumah
mereka ada di ujung sebuah jalan yang buntu, tidak ada
kendaraan yang lewat rumah mereka.
Pada suatu hari, sekelompok anak mulai bermain sepak bola
di depan rumah mereka, di atas badan jalan buntu tersebut
Anak anak itu bermain dan berteriak teriak dengan seru,
sangat ribut dan merampas ketentraman yang selama ini
dinikmati sepasang kakek nenek itu.
Besoknya hal itu terulang kembali, demikian juga dengan
lusanya, rupanya anak anak itu kini telah mendapatkan
sebuah 'markas baru' tempat mereka bermain, bercanda,
bersenda gurau, berteriak, bahkan berkelahi.
Tujuh hari lamanya sang kakek nenek terganggu, mereka
berpikir keras mencari upaya agar anak anak itu tidak lagi
bermain di depan rumah mereka.
Pada hari ketujuh, ketika anak anak bermain sepak bola
sambil berteriak teriak dengan gaduh, sang kakek ke luar
rumah, lalu ikut berteriak teriak memberikan semangat
kepada anak anak yang sedang bermain itu.
Ketika permainan sepak bola berakhir, sang kakek
menyediakan beberapa botol coca cola untuk anak-anak
melepaskan haus.
Tentu saja anak anak kegirangan, mereka kemudian
diberitahu bahwa kakek kesepian dan ingin mengusir
kesepiannya dengan mendengarkan suara gaduh anak anak,
semakin gaduh mereka, semakin senang sang kakek.
Hari hari berikutnya hal yang sama berulang kembali, sang
kakek ikut bercanda, berteriak, bahkan kadang ikut bermain bola
dengan sepasang kakinya yang sudah lemah. kakek selalu menyediakan
coca cola, bahkan kemudian mengeluarkan permen, kue, atau coklat
kalau mereka bisa berteriak dengan keras. semakin gaduh, semakin
banyaklah makanan yang disediakan oleh sang kakek.
Tepat sebulan kemudian, ketika anak anak itu selesai
bermain, mereka tidak lagi disediakan coca cola, apalagi
permen atau coklat. Sang kakek berjanji besok pasti akan
ada coca cola dan coklat, asalkan mereka besok bisa
membuat kegaduhan yang luar biasa.
Besoknya, mereka bermain dengan luar biasa gaduh, tapi
ternyata sang kakek kembali ingkar janji, besok dan
besoknya sang kakek terus mengumbar janji, bahwa akan
ada coca cola dan coklat, bahkan permen, kue, mainan dan
banyak janji lainnya.
Anak anak mencoba bersabar, mereka terus menciptakan
kegaduhan seperti permintaan si kakek, namun sang kakek
terus tidak menepati janjinya.
Akhirnya, hilanglah kesabaran anak anak, mereka kemudian
memindahkan markas mereka ke jalan yang lain,
" Biar si kakek kesepian, biar dia tahu rasa karena
mengingkari janjinya, kita tidak akan lagi memberikan
kegaduhan untuknya, mari kita pindah dan main di tempat lain,
biarkan jalan ini sepi sehingga si kakek kesepian,
biar dia nyaho !! ".
Maka sejak saat itu, sepilah jalan di depan rumah si kakek,
anak anak marah dan tidak mau lagi bermain disitu.
Sejak hari itu, sang kakek nenek kembali bisa menikmati hari
harinya tanpa kegaduhan lagi ・
Konon di markas baru berikutnya, anak anak selalu ribut,
dan para penghuni rumah disana yang jalannya dijadikan markas
selalu memberikan permen dan coklat apabila anak anak bisa
bermain sepak bola dengan tertib, tidak berisik, sebaliknya
permen dan coklat tidak ada apabila mereka ribut sekali.
Konon juga permen dan coklat itu berlangsung bertahun tahun
karena anak anak yang tumbuh besar digantikan anak anak baru
generasi berikutnya yang 'betah' bermain sepak bola dan
berteriak teriak di markas itu, bahkan kemudian anak anak
yang sudah lebih besar ada yang menjadi preman yang
tidak puas dengan permen, tapi rokok.
Syukurlah, sang kakek dan nenek berhasil mengatasi masalahnya
dengan efektif karena metoda yang digunakannya lebih tepat.
Cerita ini sungguh menarik bukan?
Saya beberapa kali menggunakan cerita ini untuk mengelola divisi
kerja saya, saya mengikuti sebuah arus yang kurang umum untuk
mencapai hasil yang berlawanan, misalnya menolak usulan sebuah
rewards program yang diusulkan manager marketing saya.
Saya juga memakai cerita ini ketika saya menolak usulan istri saya
memberikan hadiah kenaikan kelas untuk anak kami secara berlebihan.
Hadiah perlu, tapi kita harus mempertimbangkannya secara matang,
jangan menjadikannya sebuah kebiasaan yang berdampak sebaliknya
pada jangka panjang.
Berilah pujian dari lubuk hati anda, ini akan lebih penting
daripada mengumbar hadiah yang dijadikan sebuah kebiasaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar