Mimpi adalah kenyataan pertama...
Takdir adalah apa yang selalu ingin kaucapai. Semua orang, ketika masih
muda, tahu takdir mereka. Pada titik kehidupan itu, segalanya jelas, segalanya
mungkin. Mereka tidak takut bermimpi, mendambakan segala yang mereka inginkan
terwujud dalam hidup mereka. Tapi dengan berlalunya waktu, ada daya misterius
yang mulai meyakinkan mereka bahwa mustahil mereka bisa mewujudkan takdir itu.
Daya ini adalah kekuatan yang kelihatannya negatif, tapi sebenarnya menunjukkan
padamu cara mewujudkan takdirmu. Daya ini mempersiapkan rohmu dan kehendakmu,
sebab ada satu kebenaran mahabesar di planet ini: siapapun dirimu, apapun yang
kau lakukan, kalau engkau bersungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu karena
hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Itulah misimu di dunia.
Dan saat engkau menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya bersatu padu untuk
membantumu meraihnya
Novel garapan penulis Brazil ini berkisah tentang suka duka peziarahan
bocah kecil bernama Santiago, bocah gembala di Andalusia, mencari harta karun. Perjalanan
dimulai dari Spanyol menuju Tangier. Perjalanan panjang memakan ribuan
kilometer. Di rentetan jejak langkahnya, Santiago bertemu dengan beragam orang
dan beragam pengalaman unik. Ia menyeberangi gurun Mesir. Di sebuah oasis, ia
mengalami perjumpaan yang menentukan dengan seorang Alkemis. Di gurun, ia pun
menemukan kekasih hatinya, Fatima. Perjumpaan-perjumpaan yang menjadi ruang
pembelajaran secara spiritual soal pencapaian cita-cita hidup.
Kejutan pertama ketika Santiago berjumpa dengan orangtua bernama
Melchizedek. Obrolan dibuka dengan topik buku yang ditenteng bocah itu. Dari
buku itu, ada perhatian soal usaha mewujudkan Legenda Pribadi. Masing-masing
orang punya Legenda Pribadi atau mimpi dan cita-citanya. Orangtua yang mengaku
Raja Salem itu melihat banyaknya ketidakmampuan orang untuk memilih Legenda
Pribadinya. Bahkan, banyak orang yang akhirnya menyerahkan hidupnya pada nasib.
Orangtua itu juga menasihati, saat orang menginginkan sesuatu, alam semesta
bersatu untuk membantu orang itu meraihnya.
Santiago terus berjuang menggapai mimpinya. Ia terus membaca tanda tanda
kehidupan, seperti yang Melchizedek katakan, untuk cita-citanya itu. Sebelum
berpisah, Melchizedek memberikan dua buah batu penolong membaca tanda. Keduanya
diberi nama Urim dan Thummim. Raja tua berbaju lusuh itu hanya berpesan,
“Jangan pernah berhenti bermimpi, ikutilah pertanda.”
Anak muda ini melanjutkan perjalanan ke Tangier, sebuah kota pelabuhan di
Afrika. Di sana, ia bekerja di sebuah toko kristal. Perjumpaan dengan si
empunya toko membuat Santiago semakin terbuka pada cita-citanya. Si empunya
toko digambarkan sebagai orang merasa terlambat untuk mewujudkan Legenda
Pribadinya. Ia takut pada perubahan. Ia lebih menikmati hidupnya di ruang
tokonya selama 30 tahun. Konon, ia punya mimpi untuk pergi ke Mekah dengan menyusuri
gurun, dan mengitari Kabah tujuh kali. Tapi, ia ragu dan takut gagal. Ia
memutuskan tinggal memimpikannya saja.
Setelah bekal dirasa cukup, Santiago melanjutkan perjalanan. Ia bertemu dengan
lelaki Inggris yang bertahun-tahun mencari Sang Alkemis, Batu Filsuf, dan Obat
Hidup. Kata orang, Alkemis termasyur ada di Arab, di oasis Al-Fayoum. Pada
momen ini, Santiago menemukan gadis gurun bernama Fatima. Ia jatuh cinta. Santiago
memberanikan diri bilang cinta. Fatima berujar, “Seorang dicintai karena ia
dicintai. Tak perlu ada alasan untuk mencintai.” Lagi-lagi, sebuah refleksi
mendalam yang masuk dalam novel ini.
Pada fase padang gurun ini, dimana dilatari perang antar suku, Santiago
berjumpa dengan penunggang kuda. Tak lain adalah Sang Alkemis. Sebuah
perjumpaan yang sangat menentukan. Keduanya terlibat dalam dialog-dialog
menarik yang menambah bobot pada novel ini. Novel ini mampu melibatkan pembaca
untuk terlibat dalam dialog dan berrefleksi atas kehidupannya sendiri. Tak lain
karena apa yang didialogkan dalam novel ini dekat sekali dengan kehidupan
pembaca. Tentunya, pembaca seperti Santiago mempunyai mimpi dan
cita-cita dalam hidupnya.
Sang Alkemis mengatakan, untuk memahami Jiwa Buana, jiwa meraih cita-cita,
orang harus mempunyai keberanian. Mewujudkan impian memang tidak mudah, bahkan
menakutkan. “Memang menakutkan dalam mengejar impianmu, kau mungkin kehilangan
semua yang telah kau dapatkan,” kata Alkemis. Bagi Alkemis, hanya satu hal yang membuat mimpi tidak dapat diraih, yakni
perasaan takut gagal. Santiago mendapat pelajaran berharga dari Sang Alkemis.
Tapi, setelah mendapat bekal berharga itu, apakah Santiago berhasil menemukan
harta karun dan mewujudkan mimpinya?
Untuk selanjutnya dapat dibaca dalam
novel Sang Alkemis karya Paul Coelho..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar